
KONDUSIFITAS SISTEM HUKUM
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Pengawasan Produk Hukum Wilayah I dan II - Dibaca: 316 kali
PROVINSI BANTEN - Salah satu
persoalan mendasar, dalam membangun hukum nasional yang demokratis,
adalah bagaimana membuat sistem hukum yang kondusif bagi keberagaman
sub-sistem, keberagaman substansi, pengembangan bidang-bidang hukum yang
dibutuhkan masyarakat, juga kondusif bagi terciptanya kesadaran hukum
masyarakat, dan kebebasan hukum masyarakat, dan kebebasan untuk
melaksanakan hak-hak, dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah
dengan membentuk peraturan perundang0undangan yang disusun melalui
instrumen perencanaan penyusunan undang-undang yang dikenal dengan
Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang pelaksana dari pihak
Pemerintahnya dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Secara singkat, Prolegnas dibuat untuk menjamin ketepatan isi dan
ketepatan produser yang didasarkan pada falsafah dan UUD NRI 1945. Untuk
kali pertama dalam sejarah perundang-undangan di Indonesia, ditetapkan
Prolegnas jangka menengah 2005-2009 melalui Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) pada tanggal 01 Pebruari 2005 sebanyak 284 RUU. Sampai
dengan 2008, telah ada 120 RUU yang disahkan menjadi UU dari daftar
tersebut.
seluruh prosesnya yang dituangkan dalam suatu Naskah Akademik (NA). NA itu sendiri merupakan landasan dan pertanggungjawaban akademik untuk setiap asas dan norma yang dituangkan dalam rancangan undang-undang. Dengan disusunnya NA RUU diharapkan proses harmonisasi dan keterkaitannya dengan peraturan lain sudah dapat dilakukan sejak dini, sehingga dapat menghindari kendala di atas. Tidak kurang dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, ketika membuka Konvensi Hukum Nasional pada tanggal 15 April 2008 yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di Jakarta, mengingatkan pentingnya penyusunan naskah akademik, dalam menata dan memantapkan sistem hukum nasional, melalui perundang-undangan, yang bisa mengeksplorasi pikiran-pikiran yang jernih dan pikiran-pikiran yang benar agar tidak dangkal, dan betul-betul memperhatikan segi filosofis, segi sosiologis, segi historis, serta dapat dipertanggangjawabkan